Sabtu, 04 Februari 2012

BID’AH dan HADIS QUDSI


KATA PENGANTAR

 

Segala puja dan puji bagi Allah SWT, zat penguasa seluruh alam jagat raya. Teriring pula salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Amin.
Sebagai wujud ikhtiar untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan mahasiswa di stai-ydi lubuk sikaping  khususnya jurusan PAI.Kami menyusun makalah ini berdasarkan fakta yang kami dapat berbagai sumber-sumber dan literature-literatur yang dijamin kebenarannya. Kami berterima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu untuk terselesainya makalah ini. Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang budiman sangat kami nharapkan untuk kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang. Demikian pentingnya mata kuliah ULUMUL HADIS II   bagi mahasiswa pendidikan agama islam, maka perlu diadakan makalah yang mampu merangsang kreativitas para mahasiswa.
Semoga kehadiran makalah ini dapat memberi mamfaat bagi kita semua dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar.
                                                                                           
                                                                                           
                                                                                            Lubuk sikaping,   oktober 2011
                                                               
                                                                                                                         Penyusun


DAFTAR ISI




PEMBAHASAN

Imam Ath-Thurthusyi dalam Al-Hawadits wal-Bida’berkata, “kata bid’ah berasal dari kata al-ikhtira, yaitu sesuatu yang baru diciptakan tanpa ada contoh sebelumnya.”[1]di antara yang masuk dalam kategori ini adalah firman allah,


“allah adalah pencipta langit dan bumi.” (QS. Al-baqarah: 117).
(Artinya, bahwa allah menciptakan langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya).
Demikian pula firman Allah,

“katakanlah: ‘aku bukanlah rasul yang pertama diantara rasul-rasul (QS.Al-Ahqaf:9).
(artinya bahwa nabi Muhammad adalah bukan rasul yang pertamakepada penduduk bumi ini.
Imam abn syamah ‘ala inkar Al-Bida’ wa Al-Hawadits, mengatakan arti bid’ah adalah “kata bid’ah jika disebutkan secara mutlak, maka maksudnya adalah perkara baru yang tidak baik yang ada dalam agama.
Al-jauhar dalam Shihah Al-Lughah berkata, “Badi’,mubtada’ dan bid’ah, adalah hal baru dalam agama setelah agama dinyatakan sempurna.”dengan demikian definisi bid’ah adalah “cara baru dalam agama yang dibuat untuk menyerupai syari’at dengan maksud untuk melebihkan dalam beribadah kepada Allah SWT.
“cara baru dalam agama” dimaksudkan bahwa cara yang dibuat itu disandarkan oleh pembuatnya kepada agama. Tetapi cara baru itu sesungguhnya tidak ada dasar pedomannya dalam syari’at. Cara dalam agama yang termasuk dalam kategori bid’ah adalah apabila cara itu baru dan tidak ada dasar nya dalam syari’at.
“ungkapan menyerupai syari’at” sebagai penegasan bahwa sesuatu yang diada adakan dalam agama itu pada hakikatnya tidak ada dalam syari’at.
“ungkapan untuk melebihkan dalam neribadah kepda allah”, itulah tujuan dari pelaku bid’ah menganjurkan untuk tekun beribadah, karena manusia diciptakan hannya untuk beribadah kepada allah. Dia merasa bahwa apa yang telah dilakukan dalam syari’at tentang undang-undang dan hokum-hukum mencukupi, sehingga dia melebihkan-lebihkan dan menambah-nambahkan.

B.     HADIS QUDSI

a.      Pengertian

Hadis qudsi secara bahasa berasal dari kata qudusa, yaqdusu,qudsan, artinya suci atau bersih. Jadi hadis qudsi secara bahasa adalah hadis yang suci.[2]
Secara terminologi, dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadis qudsi adalah segala sesuatu yang diberikan Allah SWT kepada nabi Muhammad, selain Al-Quran, yang redaksinya disusun oleh nabi Muhammad SAW.
Untuk lebih jelas, dibawah ini ada defenisi tentang hadis qudsi:

.

Sesuatu yang diberitakan Allah SWT. Kepada nabinya dengan ilham atau mimpi, kemudian nabi SAW menyampaikan berita itu dengan ungkapan-ungkapan sendiri.

.

Segala hadis Rasul SAW. Yang berupa ucapan, yang disandarkan kepada Allah ‘Azza wa jalla.”[3]
Hadis qudsi ini sering disebut dengan hadis ilahiyah atau hadis Rabbaniah.  Dikatakan dengan hadis ini karena datang dari Allah rabb al-‘alamin.
b.      Perbedaan Alquran degan Hadis Qudsi Ada beberapa perbedaan antara Alquran degan hadis qudsi dan yang terpenting adalah sebagai berikut.
1.      Alquran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah saw. degan lafal-Nya dan degan itu pula orang Arab ditantang tetapi mereka tidak mampu membuat seperti Alquran itu atau sepuluh surah yg serupa itu bahkan satu surah sekalipun. Tantangan itu tetap berlaku krn Alquran adl mukjizat yg abadi hingga hari kiamat. Adapun hadis qudsi tidak utk menantang dan tidak pula utk mukjizat.
2.      Alquran hanya dinisbatkan kepada Allah sehingga dikatakan Allah Taala berfirman. Adapun hadis qudsi seperti telah dijelaskan di atas terkadang diriwayatkan degan disandarkan kepada Allah sehingga nisbah hadis qudsi itu kepada Allah adl nisbah dibuatkan. Maka dikatakan Allah telah berfirman atau Allah berfirman. Dan terkadang pula diriwayatkan dgn disandarkan kepada Rasulullah saw. tetapi nisbahnya adalah nisbah kabar karena Nabi menyampaikan hadis itu dari Allah. Maka dikatakan Rasulullah saw. mengatakan apa yang diriwayatkan dari Tuhannya.
3.      Seluruh isi Alquran dinukil secara mutawatir sehingga kepastiannya mutlak. Adapun hadis-hadis qudsi kebanyakan adalah kabar ahad sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan. Adakalanya hadis itu sahih hasan dan kadang-kadang daif.
4.      Alquran dari Allah baik lafal maupun maknanya. Hadis qudsi maknanya dari Allah dan lafalnya dari Rasulullah saw. Hadis qudsi ialah wahyu dalam makna tetapi bukan dalam lafal. Oleh sebab itu menurut sebagian besar  ahli hadis  diperbolehkan meriwayatkan hadis qudsi degan maknanya saja.
5.      Membaca Alquran merupakan ibadah krn itu ia dibaca dalam salat. Maka bacalah apa yang mudah bagimu dalam Alquran itu. .
Persamaannya terdapat pada Nilai ibadah membacanya. Nilai ibadah membaca  Alquran juga terdapat dalam hadis Barang siapa membaca satu huruf dari Alquran dia akan memperoleh satu kebaikan. Dan kebaikan itu akan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf. Tetapi alif satu huruf laam satu huruf dan miim satu huruf. .
Adapun hadis qudsi tidak disuruh membacanya dalam salat. Allah memberikan pahala membaca hadis qudsi secara umum saja. Maka membaca hadis qudsi tidak akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadis mengenai membaca Alquran bahwa pada tiap huruf mendapatkan sepuluh kebaikan.[4]

c.       Contoh hadis Qudsi,

Dibawah ini beberapa contoh hadis Qudsi:

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi SAW. Bersabda, “Allah SWT. Berfirman. ‘ada tiga golongan yang aku menjadi musuh mereka kelak di hari Kiamat. Siapa yang aku menjadi musuhnya, maka aku akan menjadi musuhnya. Seorang yang memberikan (janji) kepada Ku lalu mengingkari. Seseorang yang menjual orang mereka, lalu memakan hasil penmjualannya. Dan seorang mempekerjakan karyawan, lalu karyawan itu memenuhi tugasnya, tapi orang itu tidak memenuhi upahnya’.” (H.R, Bukhari, Ibn Majah, dan Ahmad)
.

Dari Abu Dzar dari Nabi SAW., seperti yang beliau riwayatkan dari allah, bahwa Allah Azza Wa jalla berfirman, “wahai hamba-hamba ku, sesungguhnya aku mengharamkan perbuatan aniaya pada diri ku sendiri, dan aku jadikan ia diharamkan di antara kalian karena itu, janganlah kalian saling berbuat aniaya.” (H.R, Muslim)

d.      Perbedaan antara hadis Qudsi dan hadis Nabawi


1.      Persamaan
Pada dasarnya kedua hadis ini sama-sama mempunyai persamaan yaitu mempunyai sumnber dari Allah SWT. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalm firmannya :



Dan tidaklah yang diucapkannya itu (al-quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapanya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan ( kepadanya )
(QS. An-Najm,3-4)

Rasulullah SAW.juga bersabda,





Dari Miqdam bin Ma’di Kariba, dari rasulullah SAW, beliau bersabda, ‘ingatlah sesungguhnya aku diberi Al-kitab (Al-Quran) dan semisalnya’.
 (H.R. Abu Dawud dan Ahmad)

2.      Perbedaan
Perbedaan antara hadis nabawi dan hadis qudsi dapat dilihat dari segi penisbatan, yaitu hadis nabawi dinisbatkan kepada rasul SAW, dan diriwayatkan dari beliau sehingga dinamakan hadis Nabawi. Hadis qudsi dinisbatkan kepada Allah, sedangkan Rasul SAW. Menceritakan dan meriwayatkan dari Allah SWT.oleh karena itu, ia dibatasi dengan sebutan ‘Ala-quds’ atau ‘Al-ila’ sehingga disebut hadis qudsi atau hadis ilahi, yakni penisbatan kepada Zat Yang Maha Tinggi.
     Jika dalam suatu hadis terdapat kata-kata seperti,

.
Rasul SAW. Telah bersabda, sebagaimana yang diterima dari tuhanya
Atau kata-kata
.

Rasul SAW. Telah bersabda, “Allah SWT. Berfirman....”
Bisa dipastikan bahwa hadis tersebut adalah hadis qudsi.[5]


PENUTUP


Kesimpulan

1.       Bid’ah adalah sesuatu yang baru diciptakan tanpa ada contoh sebelumnya, cara baru dalam agama yang dibuat untuk menyerupai syari’at dengan maksud untuk melebihkan dalam beribadah kepada Allah SWT.
2.       hadis qudsi secara bahasa adalah hadis yang suci. Secara terminologi, hadis qudsi adalah segala sesuatu yang diberikan Allah SWT kepada nabi Muhammad, selain Al-Quran, yang redaksinya disusun oleh nabi Muhammad SAW
3.       Perbedaan antara hadis nabawi dan hadis qudsi dapat dilihat dari segi penisbatan, yaitu hadis nabawi dinisbatkan kepada rasul SAW, dan diriwayatkan dari beliau sehingga dinamakan hadis Nabawi. Hadis qudsi dinisbatkan kepada Allah, sedangkan Rasul SAW. Menceritakan dan meriwayatkan dari Allah SWT.




Drs. M. Agus Solahudin,M.Ag.,Agus Syuhadi,Lc. M.Ag.ulumul hadis, pustaka setia: bandung2009.

Dr. H. Munzier Suparta,M.A, Ilmu hadis.rajawali pers: jakarta2010
Ali Hasan Al Halabi Al Atsari,Membedah akar bid’ah.pustaka al-kautsar.jakarta timur.2002
  
[1] Ali hasan al halabi al atsari,membedah akar bid’ah.pustaka al-kautsar.jakarta timur.2002
[2] Drs. M. Agus Solahudin,M.Ag.,Agus Syuhadi,Lc. M.Ag.ulumul hadis, pustaka setia: bandung2009,hal 25.
[3] Dr. H. Munzier Suparta,M.A, Ilmu hadis.rajawali pers: jakarta2010 ,hal16.
[4] Drs. M. Agus Solahudin,M.Ag.,Agus Syuhadi,Lc. M.Ag.ulumul hadis, pustaka setia: bandung2009,hal 29.
[5] Drs. M. Agus Solahudin,M.Ag.,Agus Syuhadi,Lc. M.Ag.ulumul hadis, pustaka setia: bandung2009,hal 26-28

Asbabun Nuzul Qur’an


Asbabun Nuzul Qur’an
BABI
PENDAHULUAN
LATAR  ELAKANG
Terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. dalam hal ini tidak ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun didalam berbagai surah berkenaan dengan satu peristiwa. Asbabun nuzul adakalanya berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan yang disampaikan kepada rasulullah SAW untuk mengetahui hukm suatu masalah, sehingga Qur’an pun turun sesudah terjadi peristiwa atau pertanyaan tersebut. Asbabun nuzul mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran.
Al-Qur’an diturunkan untuk memahamipetunjuk kepada manusia kearah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimana kepada allah SWT dan risalah-Nya, sebagian besar qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi diantara mereka khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah SWT.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Asbabun nuzul itu ?
2. Bagaimanakah cara turunnya asbabun nuzul itu ?
3. Apakah faedah (manfaat) dari mempelajari asbabun nuzul itu ?
TUJUAN  PENULISAN
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah agar kita bisa lebih mengenal tentang silsilah asbabun nuzul dan lebih memudahkan kita untuk mempelajari lebih jauh lagi sehingga dalam proses mempelajarinya kita tidak menemukan kesulitan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian asbabun nuzul
Asbabun Nuzul didefinisikan “sebagai suatu hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”, asbabun nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi turunnya beberapa ayat al-qur’an, macam-macamnya, sight (redaksi-redaksinya), tarjih riwayat-riwayatnya dan faedah dalam mempelajarinya.
Untuk menafsirkan qur’an ilmu asbabun nuzul sangat diperlukan sekali, sehingga ada pihak yang mengkhususkan diri dalam pembahasan dalam bidang ini, yaitu yang terkenal diantaranya ialah Ali bin madani, guru bukhari, al-wahidi , al-ja’bar , yang meringkaskan kitab al-wahidi dengan menghilangkan isnad-isnadnya, tanpa menambahkan sesuatu, syikhul islam ibn hajar yang mengarang satu kitab mengenai asbabun nuzul.
Pedoman dasar para ulama’ dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari rasulullah atau dari sahabat. Itu disebabkan pembaritahuan seorang sahabat mengenai asbabun nuzul, al-wahidi mengatakan: “ tidak halal berpendapat mengenai asbabun nuzul kitab, kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya. Mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertian secara bersungguh-sungguh dalam mencarinya ”.
Para ulama’ salaf terdahulu untuk mengemukakan sesuatu mengenai asbabun nuzul mereka amat berhati-hati, tanpa memiliki pengetahuan yang jelas mereka tidak berani untuk menafsirkan suatu ayat yang telah diturunkan. Muhammad bin sirin mengatakan: ketika aku tanyakan kepada ‘ubaidah mengetahui satu ayat qur’an, dijawab: bertaqwalah kapada allah dan berkatalah yang benar. Orang-oarang yang mengetahui mengenai apa qur’an itu diturunkan telah meninggal.
Maksudnya: para sahabat, apabila seorang ulama semacam ibn sirin, yang termasuk tokoh tabi’in terkemuka sudah demikian berhati-hati dan cermat mengenai riwayat dan kata-kata yang menentukan, maka hal itu menunjukkan bahwa seseorang harus mengetahui benar-benar asbabun nuzul. Oleh sebab itu yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul adalah riwayat ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang secara pasti menunjukkan asbabun nuzul.
Al-wahidi telah menentang ulama-ulama zamannya atas kecerobohan mereka terhadap riwayat asbabun nuzul, bahkan dia (Al-wahidi ) menuduh mereka pendusta dan mengingatkan mereka akan ancaman berat, dengan mengatakan: “ sekarang, setiap orang suka mangada-ada dan berbuat dusta; ia menempatkan kedudukannya dalam kebodohan, tanpa memikirkan ancaman berat bagi orang yang tidak mengetahui sebab turunnya ayat ”.

B. Pedoman mengetahui asbabun nuzul
Aisyah pernah mendengar ketika khaulah binti sa’labah mempertanyakan suatu hal kepada nabi bahwasannya dia dikenakan zihar. Oleh suaminya aus bin samit katanya: “ Rasulullah, suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah beberapa kali aku mengandung karenanya, sekarang setelah aku menjadi tua dan tidak beranak lagi ia menjatuhkan zihar kepadaku”. Ya allah sesunguhnya aku mengadu kepadamu, aisyah berkata: tiba-tiba jibril turun membawa ayat-ayat ini; sesungguhnya allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya, yakni aus bin samit.
“Hal ini tidak berarti sebagai acuan bagi setiap orang harus mencari sebab turun setiap ayat”, karena tidak semua ayat qur’an diturunkan sebab timbul suatu peristiwa dalam kejadian, atau karena suatu pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat qur’an yang diturunkan sebagai permulaan tanpa sebab, mengenai akidah iman, kewajiban islam dan syariat allah dalam kehidupan pribadi dan social.
Definisi asbabun nuzul yang dikemukakan pada pembagian ayat-ayat al-qur’an terhadap dua kelompok: Pertama, kelompok yang turun tanpa sebab, dan kedua, adalah kelompok yang turun dengan sebab tertentu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak semua ayat menyangkut keimanan, kewajiban dari syariat agama turun tanpa asbabun nuzul.
Sahabat ali ibn mas’ud dan lainnya, tentu tidak satu ayatpun diturunkan kecuali salah seorang mereka mengetahui tentang apa ayat itu diturunkan seharusnya tidak dipahami melalui beberapa kemungkinan; Pertama, dengan pernyataan itu mereka bermaksud mengungkapkan betapa kuatnya perhatian mereka terhadap al-qur’an dan mengikuti setiap keadaan yang berhubungan dengannya. Kedua, mereka berbaik sangka dengan segala apa yang mereka dengar dan saksikan pada masa rasulullah dan mengizinkan agar orang mengambil apa yang mereka ketahui sehingga tidak akan lenyap dengan berakhirnya hidup mereka, bagaimanapun suatu hal yang logis bahwa tidak mungkin semua asbabun nuzul dari semua ayat yang mempunyai sebab al-nuzul bisa mereka saksikan. Ketiga, para periwayat menambah dalam periwatnya dan membangsakannya kepada sahabat.
Intensitas para sahabat mempunyai semangat yang tinggi untuk mengikuti perjalanan turunnya wahyu, mereka bukan saja berupaya menghafal ayat-ayat al-qur’an dan hal-hal yang berhubungan serta mereka juga melestarikan sunah nabi, sejalan dengan itu al-hakim menjelaskan dalam ilmu hadist bahwa seorang sahabat yang menyaksikan masa wahyu dan al-qu’an diturunkan tentang suatu ( kejadian ) maka hadist itu dipandang hadist musnad, Ibnu al-shalah dan lainnya juga sejalan dengan pandangan ini.
Asbabun Nuzul dengan hadist mursal, yaitu hadist yang gugur dari sanadnya seoarng sahabat dan mata rantai periwayatnya hanya sampai kepada seorang tabi’in, maka riwayat ini tidak diterima kecuali sanadnya shahih dan mengambil tafsirnya dari para sahabat, seperti mujahid, hikmah dan said bin jubair. para ulama menetapkan bahwa tidak ada jalan untuk mengetahui asbabun nuzul kecuali melalui riwayat yang shahih. Mereka tidak dapat menerima hasil nalar dan ijtihad dalam masalah ini, namun tampaknya pandangan mereka tidak selamanya berlaku secara mutlak, tidak jarang pandangan terhadap riwayat-riwayat asbabun nuzul bagi ayat tertentu berbeda-beda yang kadang-kadang memerlukan Tarjih ( mengambil riwayat yang lebih kuat ) untuk melakukan tarjih diperlukan analisis dan ijtihad.
C. Macam-macam asbabun nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu ) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu ). sebab turun ayat disebut ta’addud karena wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil.
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan dianalisis, permasalahannya ada empat bentuk: Pertama, salah satu dari keduanya shahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya shahih akan tetapi salah satunya mempunyai penguat ( Murajjih ) dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat ( Murajjih ). Akan tetapi, keduanya dapat diambil sekaligus. Keempat, keduanya shahih, tidak mempunyai penguat ( Murajjih ) dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
D. Pengetahuan tentang asbabun nuzul.
Perlunya mengetahui asbabun nuzul, al-wahidi berkata:” tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat al-qur’an tanpa mangetahui kisahnya dan sebab turunnya ayat adalah jalan yang kuat dalam memahami makna al-qur’an”. Ibnu taimiyah berkata: mengetahui sebab turun ayat membantu untuk memahami ayat al-qur’an. Sebab pengetahuan tentang “sebab” akan membawa kepada pengetahuan tentang yang disebabkan (akibat).
Namum sebagaimana telah diterangkan sebelumnya tidak semua al-qur’an harus mempunyai sebab turun, ayat-ayat yang mempunyai sebab turun juga tidak semuanya harus diketahui sehingga, tanpa mengetahuinya ayat tersebut bisa dipahami, ahmad adil kamal menjelaskan bahwa turunnya ayat-ayat al-qur’an melalui tiga cara:
1.      Pertama ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada nabi.
2.       Kedua ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan.
3.      Ketiga ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelmpok;
·          Ayat-ayat yang sebab turunnya harus diketahui ( hukum ) karena asbabun nuzulnya harus diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru.
·         Ayat-ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui, ( ayat yang menyangkut kisah dalam al-qur’an).
Kebanyakan ayat-ayat kisah turun tanpa sebab yang khusus, namun ini tidak benar bahwa semua ayat-ayat kisah tidak perlu mengetahui sebab turunnya, bagaimanpun sebagian kisah al-qur’an tidak dapat dipahami tanpa pengetahuan tentang sebab turunnya.
E. Faedah asbabun nuzul
1.      Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan allah secara khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui al-qur’an.
2.       Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
3.      Dapat menolak dugaan adanya Hasr ( pembatasan ).
4.      Dapat mengkhususkan (Takhsis) hokum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
5.      Diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hokum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang mengkhususkannya ).
6.      Diketahui ayat tertetu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang tidak bersalah.
7.      Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seteleh mempelajari dan melihat pembahasan yang telah dijabarkan panjang lebar diatas, dapat kami simpulkan bahwasannya:
1. Asbabun nuzul didefinisikan
“ sebagai suatu hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”, serta memiliki faedah didalamnya.
2. Cara turunnya Asbabun Nuzul itu:
·         Pertama ayat-ayat turun sebagai reaksi terhadap pertanyaan yang dikemukakan kepada nabi.
·         Kedua ayat-ayat turun sebagai permulaan tanpa didahului oleh peristiwa atau pertanyaan.
Ketiga ayat-ayat yang mempunyai sebab turun itu terbagi menjadi dua kelmpok;
        Ayat-ayat yang sebab turunnya harus diketahui ( hukum ) karena asbabun nuzulnya harus diketahui agar penetapan hukumnya tidak menjadi keliru.
        Ayat-ayat yang sebab turunnya tidak harus diketahui, ( ayat yang menyangkut kisah dalam al-qur’an).
4.      Faedah asbabun nuzul
        Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan allah secara khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui al-qur’an.
        Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya
        Dapat menolak dugaan adanya Hasr ( pembatasan ).
        Dapat mengkhususkan (Takhsis) hokum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
        Diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hokum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang mengkhususkannya ).
        Diketahui ayat tertetu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang tidak bersalah.
        Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid, Ramli.1994.ulumul qur’an.Jakarta:Rajawali
Al-khattan, Manna’ khalil.2001.Studi ilmu-ilmu qur’an.Bogor:PT. Pustaka litera antar nusa
Syadali, Ahmad.1997.Ulumul qur’an I.Bandung:CV. Pustaka Setia
Thamrin, Husni.1982.Muhimmah ulumul qur’an.Semarang:Bumi Aksara
Zuhdi, Masfuk.1993.Pengantar ulumul qur’an.Surabaya:Bina Ilmu