Kamis, 02 Februari 2012

FITRAH DAN KEMAMPUAN DASAR MANUSIA


MAKALAH
PENDIDIKAN AKHLAK
TENTANG
FITRAH DAN KEMAMPUAN DASAR MANUSIA
 


  1.  



Oleh kelompok 5 :
·         Indah Novitri
·         Mara Ombun
·         Ela Astia
·         Ratna
·         Lini Putri
·         Parlindungan
·         Desi Deswita
DOSEN PEMBIMBING :
Ahda Hidayat, S.SosI, M.Si

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI-YDI)
LUBUK SIKAPING 2010/2011
KABUPATEN PASAMAN



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah Swt yang telah memberikan rahmad dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudulFITRA DAN KEMAMPUAN DASAR YANG DIMILIKI MANUSIA”. Syalawat beserta salam kepada arwah junjungan kita umat manusia nabi besar Muhammad Saw selaku pembawa risalah kebenaran kepermukaan bumi ini dengan panji taqwa yang disirami Al-Quran dan sunnahnya.

            Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan, hal ini disebabkan keterbatasan penulis, terutama dalam penguasaan keilmuaan yang penulis miliki. Namun berkat rahmat Allah dan kesungguhan penulis serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini.

            Segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis khususnya, hendaknya amal shaleh akan mendapat balasan yang baik dari allah Swt.

Amin ya rabbal alamin.

 

 

Wasalam

Lubuk sikaping,                       Oktober 2011

 

          Penulis  


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang………………………………………………….........
1.2    Rumusan Masalah……………………………………………...........
BAB II ISI/PEMBAHASAN
            2.1  Fitrah, kecendrungan dan kemampuan dasar manusia....................
            2.2  Akal,qalbu, dan nafs.......................................................................
            2.3  Kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani....................................
            2.4  Hak, kewajiban, dan keadilan.........................................................
            2.5  Hubungan hak, kewajiban dan keadilan dengan akhlak..................
BAB III PENUTUP
4.1  Kesimpulan…………………………………………………….........
4.2  Saran…………………………………………………………............


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Manusia dalam bertindak dipengaruhi oleh lingkungan luar, tetapi dapat juga mengambil sikap dan menentukan dirinya sendiri. Manusia tidak begitu saja dicetak oleh dunia luar dan dorongan-dorongannya di dalam, melainkan ia membuat dirinya sendiri berhadapan dengan unsur-unsur tersebut. Dengan demikian sikap-sikap tersebut merupakan tanda dan ungkapan martabat manusia, sebagai satu-satunya makhluk yang tidak hanya ditentukan dan digerakkan, melainkan yang dilakukan tidak atas kesadaran dan keputusannya sendiri dianggap hal yang tidak wajar.  Perbuatan akhlak juga harus dilakukan atas kemauan sendiri dan bukan paksaaan. Perbuatan yang sepeti inilah yang dapat dimintakan pertanggung jawabannya dari orang yang melakukannya.akhlak juga harus muncul dari keikhlasan hati yang melakukannya dan dapat dipertanggung jawabkan kepada hati sanubari.

1.2  Rumusan Masalah

1.      Jelaskan tentang fitrah, kecendrungan, dan kemampuan dasar manusia?
2.      Apa yang dimaksud dengan akal,qalbu dan nafs?
3.      Apa yang dimaksud dengan kebebasan, tanggung jawab, dan hati nurani?
4.      Apa yang dimaksud dengan hak, kewajiban, dan keadilan?
5.      Apa hubungan hak, kewajiban, dan keadilan dengan akhlak?


BAB II
ISI / PEMBAHASAN
2.1  Fitrah, kecendrungan, dan kemampuan dasar manusia
Secara bahasa, kata fitrah berasal dari kata fathara yang berarti menjadikan. Kata tersebut berasal dari asal kata al-fathr yang berarti belahan atau pecahan. Pemaknaan kata fitrah dalam al-Quran dapat dikelompokkan pada 4 makna yaitu :
1.      Proses penciptaan langit dan bumi
2.      Proses penciptaan manusia
3.      Pengaturan alam semesta beserta isinya dengan serasi dan simbang
4.      Pemaknaan dalam agama allah sebagai acuan dasar dan pedoman bagi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya (ma’rifat al-iman)
Para pemikir muslim mencoba untuk mencari definisi lain kata fitrah yang lebih representative sesuai dengan kemampuan fungsi, kedudukannya sebagai makhluk allah yang paling sempurna kejadiannya. Hasan Langgulung mengartikan fitrah tersebut sebagai potensi-potensi yang dimiliki manusia. Potensi-potensi tersebut merupakan suatu keterpaduan yang tersimpul dalam al-asma’ al-husna Allah (sifat-sifat allah).1 batasan tersebut memberikan arti, bahwa jika Allah memiliki sifat al-ilmu (maha mengetahui), maka manusia pun memiliki potensi untuk bersifat sebagaimana sifat al-ilmu-Nya. Akan tetapi, bukalah berarti kemampuan manusia (makhluk) sama tingkatannya dengan kemampuan Allah (khaliq).
Potensi (fitrah) menurut Ibn Taimiyah sebagaiman disitir JuhajavS.Praja,pada diri maunsia juga memiliki setidaknya 3 potensi ( fitrah ) yaitu:
  1. Daya intelektual ( quwwat al-‘aql ), yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai baik danburuk.Dengan daya intelektualnya,maunusia dapat mengetahui dan meng-ESakan Tuhannya.
  2. Daya ofen sif ( quwwat al-syahwat ), yaitu potensi dasar yang dimiliki manusia yang mampu menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya,baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
  3. Daya defensive ( quwaat al-ghadhab ), yaitu potensi dasar yang dapat mehindarkan manusia dari segala perbuatan yang membahayakan dirinya.
Namun demikian, di antara ketiga potensi  tersebut,di samping agama potensi akal menduduki posisi sentral sebagai alat kendali (control) dua potensi lainnya.Dengan demikian,akan dapat teraktualisasikan seluruh potensi yang ada secara maksimal,sebagaimana yang disinyalir oleh Allah dalam Kitab dan ajaran-ajaran-Nya.Pengingkaran dan pemalsuan manusia akan posisi potensi yang dimiliknya itulah yang akan menyebabkannya melakukan perbuatan  amoral.
2.2  Akal, Qalbu, dan Nafs
A.     Akal
Akal dipandang sebagai “Mudabbir” (pengelola) yang dapat mengendalikan nafsu-nafsu. Sehingga nafsu tersebut bisa membantu pertumbuhan spiritual seseorang. Al-Ghazali menganalogikan akal dan wazir yang perintah-perintahnya harus diikuti oleh nafsu yaitu nafsu sahwat yang di analogikan dengan “pengumpulan pajak” dan nafsu ghadabiah yang di analogikan dengan polisi. Hanya dengan mengikuti instruksi-instruksi sang wazir maka mekanisme Negara akan berjalan lancar dan memperoleh kemajuan.
Adapun kelemahan akal adalah ia tunduk pada subjek yang menggunakannya, sehingga ia kemudian terperangkap pada jurang subjektifitas. Dengan begitu kebenaran yang ditangkap oleh akal bersifat fragmenter dan subjektif. Akibatnya terjadilah banyak perbedaan yang tajam dari para pengguna akal.
B.     Qalbu
Al- Qalb secara umum diartikan dengan hati, sedangkan secara khusus memiliki dua arti yaitu :
·         Hati jasmani (al-Qalb Al-Jasmani) yaitu daging khusus yang berbentuk jantung pisang yang terletak didalam rongga dada sebelah kiri dan berisi darah hitam kental.
·         Menyangkut jiwa yang bersifat lathif (halus) rabbani (mempunyai sifat ketuhanan) dan ruhaniyyat.
Dalam kajian tasawuf Al-Qalb mempunyai fungsi sebagai berikut :
a)      Sebagai alat untuk menemukan penghayatan ma’rifat kepada allah. Karena dengan hati inilah manusia bias menghayati segala rahasia yang ada di alam ghaib.
b)      Hati berfungsi untuk beramal hanya kepada allah dan berusaha menuju allah, sedangkan anggota
c)      badan lainnya hanyalah pelayanan dan sekaligus alat yang dipergunakan oleh hati
d)      Hati pula yang taat pada allah, sedangkan anggota badan adalah pancaran hatinya
  1. Nafs
Nafs adalah dimensi manusia yang berada diantara roh yang ada cahaya dan jasmani adalah kegelapan. Dalam kajian tasawuf nafs memiliki dua arti :
  • Kekuatan hawa nafsu amarah, sahwat, dan perut yang terdapat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber bagi timbulnya akhlak
  • Jiwa atau yang bersifat lathif,rohani, dan rabbani
Menurut al-jilli nafs dibagi menjadi lima macam :
  1. An-nafs al-hayawaniyah (jiwa kebinatangan) yaitu jiwa yang patuh secara fasif kepada dorongan-dorongan alami
  2. An-nafs  al-ammarah (jiwa yang memerintah) yaitu jiwa yang suka memperturutkan kesenangan sahwat, tanpa memperdulikan perintah larangan allah.
  3. An-nafs al-mulhamah (jiwa yang memperoleh ilham) yaitu yang mendapatkan bimbingan allah untuk berbuat kebaikan
  4. An-nafs al-lawwamah (jiwa yang menyesali diri) yaitu jiwa yang goyah dalam pendiriannya
  5. An-nafs al-mutmainnah (jiwa yang tentram) yaitu jiwa yang menuju allah dalam keadaan tenang dan berada disisi allah dalam keadaan tentram
2.3  Kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani
a)      Kebebasan
Ahmad chairris zubair mengemukakan bahwa kebebasan adalah sesuatu yang terjadi apabila kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi oleh suatu paksaan diri atau keterikatan kepada orang lain. Paham ini disebut negative, karena hanya dikatakan bebas dari sesuatu tetapi tidak ditentukan.
Dilihat dari sifatnya, kebebasan dapat dibagi 3 yaitu :
Ø  Kebebasab jasmani
Ø  Kebebasan rohani
Ø  Kebebasan moral
b)      Tanggung Jawab
Sikap moral yang dewasa adalah sikap yang bertanggung jawab. Tak mungkin ada tanggung jawabtanpa ada kebebasan. Disinilah letak hubungan kebebasan dan tanggung jawab. Sejalan dengan adanya kebebasan, orang harus bertanggung jawab terhadap tindakannya yang disengaja itu. Ini berarti ia harus dapat mengatakan dengan jujur kepada kata hatinya, bahwa tindakannya itu sesuai dengan penerangan dan tuntutan kata hati.
c)      Hati nurani
Hati nurani merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh ilham dari tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cendrung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Atas dasar inilah muncul aliran atau faham intuisisme yaitu faham yang mengatakan bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kata hati, sedangkan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan kata hati.
2.4  Hak, kewajiban, dan keadilan
  1. Hak
Hak adalah wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memilki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu. Hak juga dapat berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantara akalnya, perlawanan dengan kekuasaan atau kekuatan fisik untuk mengakui wewenang yang ada pada pihak lain.
Macam-macam hak yaitu:
ü  Hak obyektif adalah hak yang hakiki (dimiliki) yang merupakan suatu objek.
ü  Hak subyektif adalah hak yang berwenang untuk bertinda menurut sifat-sifatnya.
  1. Kewajiban
Hak merupakan wewenang dan bukan kekuatan, maka ia  merupakan tuntutan dan terhadap orang lain hak itu menimbulkan kewajiban, yaitu kewajiban menghormati terlaksananya hak-hak orang lain.dengan cara demikian orang lain pun berbuat yang sama pada dirinya, dan dengan demikian akan terpeliharalah pelaksanaan hak asasi manusia itu.
Di dalam ajaran agama islam, kewajiban ditempatkan sebgai salah satu hukum syara’ yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat siksa. Dengan kata lain bahwa kewajiban dalam agama berkaitan dengan pelaksanaan hak yang diwajibkan oleh allah. Melaksanakan shalat lima waktu membayar zakat bagi orang yang memiliki harta tertentu dan sampai batas  nisab, dan berpuasa di bulan ramdhan misalnya adalah merupakan kewajiban.
  1. Keadilan
Poedjawijatna mengatakan bahwa keadilan adalah pengakuan dan perlakuan terhadap hak (yang sah). Sedangkan dalam islam, keadilan dapat diartikan istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Keadilan ini terjadi berdasarkan keputusan akal yang dikonsultasikan dengan agama.
Mengingat hubungan hak, kewajiban dan keadilan demikian erat, maka ada kewajiban dan dimana ada kewajiban maka keadilan yaitu menerapkan dan melaksanakan hak sesuai dengan tempat, waktu dan kadarnya yang seimbang.
2.5  Hubungan hak, kewajiban dan keadilan dengan akhlak
Hubungan hak, kewajiban dan keadilan  dapat dilihat pada arti dari hak yaitu sebagai milik yang dapat digunakan oleh seseorang tanpa ada yang dapat menghalanginya. Hak yang demikian itu merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak harus dilakukan oleh seseorang sebagai haknya.
Akhlak yang mendarah daging itu kemudian menjadi bagian dari kepribadian seseorang yang dengannya timbul kewajiban untuk melaksanakannya tanpa merasa berat. Sedangkan keadilan sebagaimana telah diuraikan dalam teori pertengahan ternyata merupakan induk akhlak. Dengan terlaksananya ak, kewajiban dan keadilan, maka dengan sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan yang akhlaki.   



BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Secara bahasa, kata fitrah berasal dari kata fathara yang berarti menjadikan. Kata tersebut berasal dari asal kata al-fathr yang berarti belahan atau pecahan. Pemaknaan kata fitrah dalam al-Quran dapat dikelompokkan pada 4 makna yaitu :
5.      Proses penciptaan langit dan bumi
6.      Proses penciptaan manusia
7.      Pengaturan alam semesta beserta isinya dengan serasi dan simbang
Akal dipandang sebagai “Mudabbir” (pengelola) yang dapat mengendalikan nafsu-nafsu. Sehingga nafsu tersebut bisa membantu pertumbuhan spiritual seseorang. Al-Ghazali menganalogikan akal dan wazir yang perintah-perintahnya harus diikuti oleh nafsu yaitu nafsu sahwat yang di analogikan dengan “pengumpulan pajak” dan nafsu ghadabiah yang di analogikan dengan polisi. Hanya dengan mengikuti Al- Qalb secara umum diartikan dengan hati, sedangkan secara khusus memiliki dua arti yaitu :
·         Hati jasmani (al-Qalb Al-Jasmani) yaitu daging khusus yang berbentuk jantung pisang yang terletak didalam rongga dada sebelah kiri dan berisi darah hitam kental.
·         Menyangkut jiwa yang bersifat lathif (halus) rabbani (mempunyai sifat ketuhanan) dan ruhaniyyat.
Dalam kajian tasawuf Al-Qalb mempunyai fungsi sebagai berikut :
e)      Sebagai alat untuk menemukan penghayatan ma’rifat kepada allah. Karena dengan hati inilah manusia bias menghayati segala rahasia yang ada di alam ghaib.
f)       Hati berfungsi untuk beramal hanya kepada allah dan berusaha menuju allah, sedangkan anggota
g)      badan lainnya hanyalah pelayanan dan sekaligus alat yang dipergunakan oleh hati
h)      Hati pula yang taat pada allah, sedangkan anggota badan adalah pancaran hatinya

3.2  Saran
Kami sangat menyadari dalam proses penyusunan sampai terjadinya makalah ini kehadapan para pembaca banyak kekurangan, kekhilafan dan kesalahan baik dari bentuk penyusunan maupun penulisannya. Untuk itu dengan didasari niat yang ikhlas serta kelembutan hati meminta kepada para pembaca (rekan-rekan mahasiswa dan dosen pembimbing) untuk memberikan kritik dan sarannya,agar penyusunan dan penyajian makalah selanjutnya bisa lebih baik.

















DAFTAR PUSTAKA

Dr. Samsul Nizar, M.A. Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, ( Jakarta : Gaya Media Pratama 2001) 
Ahmad Amin, Ilmu akhlak, ( Jakarta : Bulan Bintang 1975)
  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar