MAKALAH
PENDIDIKAN AKHLAK
TENTANG
FITRAH DAN
KEMAMPUAN DASAR MANUSIA
Oleh kelompok 5 :
·
Indah Novitri
·
Mara Ombun
·
Ela Astia
·
Ratna
·
Lini Putri
·
Parlindungan
·
Desi Deswita
DOSEN PEMBIMBING :
Ahda Hidayat,
S.SosI, M.Si
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM (STAI-YDI)
LUBUK SIKAPING
2010/2011
KABUPATEN PASAMAN
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
penulis ucapkan kehadiran Allah Swt yang telah memberikan rahmad dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “FITRA DAN KEMAMPUAN DASAR YANG
DIMILIKI MANUSIA”. Syalawat beserta salam kepada arwah junjungan kita umat
manusia nabi besar Muhammad Saw selaku pembawa risalah kebenaran kepermukaan
bumi ini dengan panji taqwa yang disirami Al-Quran dan sunnahnya.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat
kesalahan dan kekurangan, hal ini disebabkan keterbatasan penulis, terutama
dalam penguasaan keilmuaan yang penulis miliki. Namun berkat rahmat Allah dan
kesungguhan penulis serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga
penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini.
Segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada
penulis khususnya, hendaknya amal shaleh akan mendapat balasan yang baik dari
allah Swt.
Amin ya rabbal alamin.
Wasalam
Lubuk
sikaping, Oktober 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang………………………………………………….........
1.2
Rumusan
Masalah……………………………………………...........
BAB
II ISI/PEMBAHASAN
2.1 Fitrah, kecendrungan dan kemampuan dasar
manusia....................
2.2
Akal,qalbu, dan nafs.......................................................................
2.3
Kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani....................................
2.4
Hak, kewajiban, dan keadilan.........................................................
2.5
Hubungan hak, kewajiban dan keadilan dengan akhlak..................
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan…………………………………………………….........
4.2 Saran…………………………………………………………............
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia dalam bertindak
dipengaruhi oleh lingkungan luar, tetapi dapat juga mengambil sikap dan
menentukan dirinya sendiri. Manusia tidak begitu saja dicetak oleh dunia luar
dan dorongan-dorongannya di dalam, melainkan ia membuat dirinya sendiri
berhadapan dengan unsur-unsur tersebut. Dengan demikian sikap-sikap tersebut
merupakan tanda dan ungkapan martabat manusia, sebagai satu-satunya makhluk
yang tidak hanya ditentukan dan digerakkan, melainkan yang dilakukan tidak atas
kesadaran dan keputusannya sendiri dianggap hal yang tidak wajar. Perbuatan akhlak juga harus dilakukan atas
kemauan sendiri dan bukan paksaaan. Perbuatan yang sepeti inilah yang dapat
dimintakan pertanggung jawabannya dari orang yang melakukannya.akhlak juga harus
muncul dari keikhlasan hati yang melakukannya dan dapat dipertanggung jawabkan
kepada hati sanubari.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Jelaskan
tentang fitrah, kecendrungan, dan kemampuan dasar manusia?
2.
Apa
yang dimaksud dengan akal,qalbu dan nafs?
3.
Apa
yang dimaksud dengan kebebasan, tanggung jawab, dan hati nurani?
4.
Apa
yang dimaksud dengan hak, kewajiban, dan keadilan?
5.
Apa
hubungan hak, kewajiban, dan keadilan dengan akhlak?
BAB II
ISI / PEMBAHASAN
2.1 Fitrah, kecendrungan, dan kemampuan dasar
manusia
Secara bahasa, kata
fitrah berasal dari kata fathara yang
berarti menjadikan. Kata tersebut berasal dari asal kata al-fathr yang berarti belahan atau pecahan. Pemaknaan kata fitrah
dalam al-Quran dapat dikelompokkan pada 4 makna yaitu :
1.
Proses
penciptaan langit dan bumi
2.
Proses
penciptaan manusia
3.
Pengaturan
alam semesta beserta isinya dengan serasi dan simbang
4.
Pemaknaan
dalam agama allah sebagai acuan dasar dan pedoman bagi manusia dalam
menjalankan tugas dan fungsinya (ma’rifat
al-iman)
Para pemikir muslim mencoba untuk mencari definisi
lain kata fitrah yang lebih representative sesuai dengan kemampuan fungsi,
kedudukannya sebagai makhluk allah yang paling sempurna kejadiannya. Hasan
Langgulung mengartikan fitrah tersebut sebagai potensi-potensi yang dimiliki
manusia. Potensi-potensi tersebut merupakan suatu keterpaduan yang tersimpul
dalam al-asma’ al-husna Allah (sifat-sifat allah).1 batasan tersebut
memberikan arti, bahwa jika Allah memiliki sifat al-ilmu (maha mengetahui), maka manusia pun memiliki potensi untuk
bersifat sebagaimana sifat al-ilmu-Nya.
Akan tetapi, bukalah berarti kemampuan manusia (makhluk) sama tingkatannya
dengan kemampuan Allah (khaliq).
Potensi (fitrah)
menurut Ibn Taimiyah sebagaiman disitir JuhajavS.Praja,pada diri maunsia juga
memiliki setidaknya 3 potensi ( fitrah ) yaitu:
- Daya intelektual ( quwwat al-‘aql ), yaitu potensi
dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai baik
danburuk.Dengan daya intelektualnya,maunusia dapat mengetahui dan
meng-ESakan Tuhannya.
- Daya ofen sif ( quwwat al-syahwat ), yaitu
potensi dasar yang dimiliki manusia yang mampu menginduksi obyek-obyek
yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya,baik secara jasmaniah
maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
- Daya defensive ( quwaat al-ghadhab ), yaitu
potensi dasar yang dapat mehindarkan manusia dari segala perbuatan yang
membahayakan dirinya.
Namun demikian, di
antara ketiga potensi tersebut,di
samping agama potensi akal menduduki posisi sentral sebagai alat kendali (control) dua potensi lainnya.Dengan
demikian,akan dapat teraktualisasikan seluruh potensi yang ada secara
maksimal,sebagaimana yang disinyalir oleh Allah dalam Kitab dan
ajaran-ajaran-Nya.Pengingkaran dan pemalsuan manusia akan posisi potensi yang
dimiliknya itulah yang akan menyebabkannya melakukan perbuatan amoral.
2.2 Akal, Qalbu, dan Nafs
A.
Akal
Akal dipandang
sebagai “Mudabbir” (pengelola) yang dapat mengendalikan nafsu-nafsu. Sehingga
nafsu tersebut bisa membantu pertumbuhan spiritual seseorang. Al-Ghazali
menganalogikan akal dan wazir yang perintah-perintahnya harus diikuti oleh
nafsu yaitu nafsu sahwat yang di analogikan dengan “pengumpulan pajak” dan
nafsu ghadabiah yang di analogikan dengan polisi. Hanya dengan mengikuti
instruksi-instruksi sang wazir maka mekanisme Negara akan berjalan lancar dan
memperoleh kemajuan.
Adapun kelemahan akal
adalah ia tunduk pada subjek yang menggunakannya, sehingga ia kemudian
terperangkap pada jurang subjektifitas. Dengan begitu kebenaran yang ditangkap
oleh akal bersifat fragmenter dan subjektif. Akibatnya terjadilah banyak
perbedaan yang tajam dari para pengguna akal.
B.
Qalbu
Al-
Qalb secara umum diartikan dengan hati, sedangkan secara khusus memiliki dua
arti yaitu :
·
Hati
jasmani (al-Qalb Al-Jasmani) yaitu daging khusus yang berbentuk jantung pisang
yang terletak didalam rongga dada sebelah kiri dan berisi darah hitam kental.
·
Menyangkut
jiwa yang bersifat lathif (halus) rabbani (mempunyai sifat ketuhanan) dan
ruhaniyyat.
Dalam kajian tasawuf
Al-Qalb mempunyai fungsi sebagai berikut :
a)
Sebagai
alat untuk menemukan penghayatan ma’rifat kepada allah. Karena dengan hati
inilah manusia bias menghayati segala rahasia yang ada di alam ghaib.
b)
Hati
berfungsi untuk beramal hanya kepada allah dan berusaha menuju allah, sedangkan
anggota
c)
badan
lainnya hanyalah pelayanan dan sekaligus alat yang dipergunakan oleh hati
d)
Hati
pula yang taat pada allah, sedangkan anggota badan adalah pancaran hatinya
- Nafs
Nafs adalah dimensi manusia yang
berada diantara roh yang ada cahaya dan jasmani adalah kegelapan. Dalam kajian
tasawuf nafs memiliki dua arti :
- Kekuatan hawa nafsu amarah,
sahwat, dan perut yang terdapat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber
bagi timbulnya akhlak
- Jiwa atau yang bersifat
lathif,rohani, dan rabbani
Menurut al-jilli nafs dibagi
menjadi lima macam :
- An-nafs al-hayawaniyah (jiwa
kebinatangan) yaitu jiwa yang patuh secara fasif kepada dorongan-dorongan
alami
- An-nafs al-ammarah (jiwa yang memerintah) yaitu
jiwa yang suka memperturutkan kesenangan sahwat, tanpa memperdulikan
perintah larangan allah.
- An-nafs al-mulhamah (jiwa
yang memperoleh ilham) yaitu yang mendapatkan bimbingan allah untuk
berbuat kebaikan
- An-nafs al-lawwamah (jiwa
yang menyesali diri) yaitu jiwa yang goyah dalam pendiriannya
- An-nafs al-mutmainnah (jiwa
yang tentram) yaitu jiwa yang menuju allah dalam keadaan tenang dan berada
disisi allah dalam keadaan tentram
2.3 Kebebasan,
tanggung jawab dan hati nurani
a)
Kebebasan
Ahmad chairris zubair
mengemukakan bahwa kebebasan adalah sesuatu yang terjadi apabila kemungkinan
untuk bertindak tidak dibatasi oleh suatu paksaan diri atau keterikatan kepada
orang lain. Paham ini disebut negative, karena hanya dikatakan bebas dari
sesuatu tetapi tidak ditentukan.
Dilihat dari sifatnya, kebebasan
dapat dibagi 3 yaitu :
Ø
Kebebasab
jasmani
Ø
Kebebasan
rohani
Ø
Kebebasan
moral
b)
Tanggung
Jawab
Sikap moral yang dewasa
adalah sikap yang bertanggung jawab. Tak mungkin ada tanggung jawabtanpa ada
kebebasan. Disinilah letak hubungan kebebasan dan tanggung jawab. Sejalan
dengan adanya kebebasan, orang harus bertanggung jawab terhadap tindakannya
yang disengaja itu. Ini berarti ia harus dapat mengatakan dengan jujur kepada
kata hatinya, bahwa tindakannya itu sesuai dengan penerangan dan tuntutan kata
hati.
c)
Hati
nurani
Hati nurani merupakan
tempat dimana manusia dapat memperoleh ilham dari tuhan. Hati nurani ini
diyakini selalu cendrung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Atas dasar
inilah muncul aliran atau faham intuisisme yaitu faham yang mengatakan bahwa
perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kata hati, sedangkan
perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan kata hati.
2.4 Hak,
kewajiban, dan keadilan
- Hak
Hak adalah wewenang
atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memilki,
meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu. Hak juga dapat berarti panggilan
kepada kemauan orang lain dengan perantara akalnya, perlawanan dengan kekuasaan
atau kekuatan fisik untuk mengakui wewenang yang ada pada pihak lain.
Macam-macam hak yaitu:
ü
Hak
obyektif adalah hak yang hakiki (dimiliki) yang merupakan suatu objek.
ü
Hak
subyektif adalah hak yang berwenang untuk bertinda menurut sifat-sifatnya.
- Kewajiban
Hak merupakan wewenang
dan bukan kekuatan, maka ia merupakan
tuntutan dan terhadap orang lain hak itu menimbulkan kewajiban, yaitu kewajiban
menghormati terlaksananya hak-hak orang lain.dengan cara demikian orang lain
pun berbuat yang sama pada dirinya, dan dengan demikian akan terpeliharalah
pelaksanaan hak asasi manusia itu.
Di dalam ajaran agama
islam, kewajiban ditempatkan sebgai salah satu hukum syara’ yaitu suatu
perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan jika ditinggalkan
akan mendapat siksa. Dengan kata lain bahwa kewajiban dalam agama berkaitan
dengan pelaksanaan hak yang diwajibkan oleh allah. Melaksanakan shalat lima
waktu membayar zakat bagi orang yang memiliki harta tertentu dan sampai
batas nisab, dan berpuasa di bulan
ramdhan misalnya adalah merupakan kewajiban.
- Keadilan
Poedjawijatna
mengatakan bahwa keadilan adalah pengakuan dan perlakuan terhadap hak (yang
sah). Sedangkan dalam islam, keadilan dapat diartikan istilah yang digunakan
untuk menunjukkan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara.
Keadilan ini terjadi berdasarkan keputusan akal yang dikonsultasikan dengan
agama.
Mengingat hubungan
hak, kewajiban dan keadilan demikian erat, maka ada kewajiban dan dimana ada
kewajiban maka keadilan yaitu menerapkan dan melaksanakan hak sesuai dengan
tempat, waktu dan kadarnya yang seimbang.
2.5 Hubungan hak,
kewajiban dan keadilan dengan akhlak
Hubungan hak,
kewajiban dan keadilan dapat dilihat
pada arti dari hak yaitu sebagai milik yang dapat digunakan oleh seseorang
tanpa ada yang dapat menghalanginya. Hak yang demikian itu merupakan bagian
dari akhlak, karena akhlak harus dilakukan oleh seseorang sebagai haknya.
Akhlak yang mendarah daging itu
kemudian menjadi bagian dari kepribadian seseorang yang dengannya timbul kewajiban
untuk melaksanakannya tanpa merasa berat. Sedangkan keadilan sebagaimana telah
diuraikan dalam teori pertengahan ternyata merupakan induk akhlak. Dengan
terlaksananya ak, kewajiban dan keadilan, maka dengan sendirinya akan mendukung
terciptanya perbuatan yang akhlaki.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Secara bahasa, kata
fitrah berasal dari kata fathara yang
berarti menjadikan. Kata tersebut berasal dari asal kata al-fathr yang berarti belahan atau pecahan. Pemaknaan kata fitrah
dalam al-Quran dapat dikelompokkan pada 4 makna yaitu :
5.
Proses
penciptaan langit dan bumi
6.
Proses
penciptaan manusia
7.
Pengaturan
alam semesta beserta isinya dengan serasi dan simbang
Akal dipandang sebagai “Mudabbir” (pengelola) yang
dapat mengendalikan nafsu-nafsu. Sehingga nafsu tersebut bisa membantu
pertumbuhan spiritual seseorang. Al-Ghazali menganalogikan akal dan wazir yang
perintah-perintahnya harus diikuti oleh nafsu yaitu nafsu sahwat yang di
analogikan dengan “pengumpulan pajak” dan nafsu ghadabiah yang di analogikan
dengan polisi. Hanya dengan mengikuti Al- Qalb secara umum diartikan dengan
hati, sedangkan secara khusus memiliki dua arti yaitu :
·
Hati
jasmani (al-Qalb Al-Jasmani) yaitu daging khusus yang berbentuk jantung pisang
yang terletak didalam rongga dada sebelah kiri dan berisi darah hitam kental.
·
Menyangkut
jiwa yang bersifat lathif (halus) rabbani (mempunyai sifat ketuhanan) dan
ruhaniyyat.
Dalam kajian tasawuf
Al-Qalb mempunyai fungsi sebagai berikut :
e)
Sebagai
alat untuk menemukan penghayatan ma’rifat kepada allah. Karena dengan hati
inilah manusia bias menghayati segala rahasia yang ada di alam ghaib.
f)
Hati
berfungsi untuk beramal hanya kepada allah dan berusaha menuju allah, sedangkan
anggota
g)
badan
lainnya hanyalah pelayanan dan sekaligus alat yang dipergunakan oleh hati
h)
Hati
pula yang taat pada allah, sedangkan anggota badan adalah pancaran hatinya
3.2 Saran
Kami sangat
menyadari dalam proses penyusunan sampai terjadinya makalah ini kehadapan para
pembaca banyak kekurangan, kekhilafan dan kesalahan baik dari bentuk penyusunan
maupun penulisannya. Untuk itu dengan didasari niat yang ikhlas serta
kelembutan hati meminta kepada para pembaca (rekan-rekan mahasiswa dan dosen
pembimbing) untuk memberikan kritik dan sarannya,agar penyusunan dan penyajian
makalah selanjutnya bisa lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Samsul Nizar, M.A. Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, ( Jakarta : Gaya Media
Pratama 2001)
Ahmad Amin, Ilmu
akhlak, ( Jakarta : Bulan Bintang 1975)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar